Kamis, 21 Januari 2010

4 PERKARA SEBELUM TIDUR

(Tafsir Haqqi)

Rasulullah berpesan kepada Aisyah ra : “Ya Aisyah jangan engkau tidur sebelum melakukan empat perkara, yaitu :

1. Sebelum khatam Al Qur’an,
2. Sebelum membuat para nabi memberimu syafaat di hari akhir,
3. Sebelum para muslim meridloi kamu,
4. Sebelum kau laksanakan haji dan umroh....

“Bertanya Aisyah :
“Ya Rasulullah.... Bagaimana aku dapat melaksanakan empat perkara seketika?”

Rasul tersenyum dan bersabda : “Jika engkau tidur bacalah : Al Ikhlas tiga kali seakan-akan kau mengkhatamkan Al Qur’an.

Membacalah sholawat untukKu dan para nabi sebelum aku, maka kami semua akan
memberi syafaat di hari kiamat.

Beristighfarlah untuk para muslimin maka mereka akan meredloi kamu.

Dan,perbanyaklah bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir maka
seakan-akan kamu telah melaksanakan ibadah haji dan umroh”

Sekian untuk ingatan kita bersama.
* Kalau rajin..Tolong sebarkan kisah ini kepada saudara Muslim yang lain. Ilmu yang bermanfaat ialah salah satu amal yang berkekalan bagi orang yang mengajarnya meskipun dia sudah mati.

DIARY ISTRI vs DIARY SUAMI

Rumitnya seorang Isteri, dan simplenya seorang Suami...

DIARY ISTERI

Minggu Malam - Dia bertingkah aneh. Sebelumnya kami berjanji bertemu di Cafe. Aku shopping seharian dengan teman-teman, sehingga mungkin dia kesal karena aku agak telat sampai di Cafe, tapi dia tak berkomentar.

Ngobrolnya nggak nyambung, jadi aku usul kita pergi ke tempat yang agak sepi supaya ngobrolnya lebih enak, dia setuju tapi tetap diam dan berjarak. Aku tanyakan apa yang salah - dia jawab, "Tak ada". Aku tanyakan apakah kesalahan ku yang membuatnya kesal. Dia bilang hal ini tak ada kaitannya dengan ku dan minta aku nggak usah khawatir.

Dalam perjalanan pulang, ku bilang aku mencintainya, dia cuma tersenyum tipis dan tetap menyetir. Aku tak bisa menjelaskan perangainya sore itu. Aku tak habis pikir kenapa dia tak menjawab, "aku cinta kamu juga". Sesampainya dirumah, aku merasa kehilangan dia, dan seolah-olah dia tak menghendaki ku lagi. Dia hanya duduk dan nonton depan TV; dia terlihat jauh dan menghilang..

Akhirnya aku putuskan untuk tidur. Sekitar 10 menit kemudian, dia menyusul ke kamar. Aku nggak tahan lagi, kuputuskan untuk menghadapinya dan menanyakan soal sebenarnya, tapi dia langsung tertidur. Aku mulai menangis sampai tertidur. Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan...

Hidupku serasa kiamat...

DIARY SUAMI

Hari ini emyu (Manchester United) kalah. SIALAAANN!!!

Berhenti Sejenak

Cerita tentang nelayan adalah cerita klasik yang kebenarannya perlu kita renungkan.
Suatu hari ada seorang pengusaha sukses sedang berlibur ke sebuah kampung nelayan.
Ketika sedang berjalan-jalan di pesisir pantai, dia melihat seorang nelayan sedang santai, tiduran di bawah pohon dan menikmati suasana pantai. Pengusaha ini berpikir, time is money, waktu adalah uang, tapi kenapa orang ini malas sekali, buang waktu hanya untuk bermalas-malasan, bukannya melaut mencari ikan. Kemudian terjadilah percakapan berikut

“Wahai nelayan, apa yang Anda lakukan ? Kenapa Anda tidak melaut ?”
“Saya sudah melaut semalam dan saya perlu beristirahat”
“Kalau Bapak melaut lagi, Bapak pasti akan mendapatkan banyak ikan”
“Lalu ?”
“Tentu saja Bapak akan mendapatkan banyak uang dari penjualan ikan itu dan Bapak bisa membeli perahu baru yang lebih besar”
“Lalu ?”
“Dengan perahu itu, Bapak akan mendapatkan lebih banyak uang untuk membeli perahu kedua”
“Lalu ?”
“Pendapatan Bapak akan semakin banyak. Bapak bisa menghasilkan banyak uang kemudian bisa membeli perahu ketiga, keempat dan seterusnya”
“Lalu ?”
“Jika perahu Bapak sudah banyak, Bapak bisa menyewakannya pada nelayan lain, sehingga Bapak tidak perlu melaut lagi.”
“Lalu ?”
“Bapak bisa hidup dengan tenang dan bersantai”

Nelayan itu kemudian tersenyum dan berkata
“Menurut Bapak, apa yang sedang saya lakukan sekarang ?”

[spoiler name="Pesan Moral"]Apa yang dikatakan pengusaha itu memang baik, Namun apa yang dilakukan nelayan itu justru mengajarkan kita tentang satu hal, bahwa hidup itu harus seimbang. Kita perlu sejenak berhenti dari rutinitas pekerjaan, menikmati segarnya udara pagi, indahnya mentari, kicauan burung-burung dan harumnya bunga-bunga yang sedang mekar. [/spoiler] [spoiler name="Penting"]Dan jangan pernah lupa bahwa kita diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah kepada-Nya.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [TQS Adz-Dzaariyaat:56]
Ketika mendengar panggilan Adzan, hentikan segala aktivitas pekerjaan Anda, dan penuhi panggilan-Nya. Kesuksesan Anda, hanya Dia lah yang menentukan.

Rabu, 20 Januari 2010

1 Dollar 11 Sen

Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Georgi. Ia sedang menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Hanya operasi yang sangat mahal yang sekarang bias menyelamatkan jiwa Georgi… tapi mereka tidak punya biaya untuk itu. Sally mendengar ayahnya berbisik, “Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya sekarang.”
Sally pergi ke tempat tidur dan mengambil celengan dari tempat persembunyiannya. Lalu dikeluarkannya semua isi celengan tersebut ke lantai dan menghitung secara cermat…tiga kali. Nilainya harus benar- benar tepat.

Dengan membawa uang tersebut, Sally menyelinap keluar dan pergi ke toko obat di sudut jalan. Ia menunggu dengan sabar sampai sang apoteker memberi perhatian… tapi dia terlalu sibuk dengan orang lain untuk diganggu oleh seorang anak berusia delapan tahun. Sally berusaha menarik perhatian dengan menggoyang-goyangkan kakinya, tapi gagal. Akhirnya dia mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca etalase. Berhasil!
“Apa yang kamu perlukan?” tanya apoteker tersebut dengan Doctorsuara marah. “Saya sedang berbicara dengan saudara saya.”
“Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya,” Sally menjawab dengan nada yang sama. “Dia sakit…dan saya ingin membeli keajaiban.”
“Apa yang kamu katakan?,” tanya sang apoteker.
“Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bias menyelamatkan jiwanya sekarang… jadi berapa harga keajaiban itu ?”
“Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa menolongmu.”
“Dengar, saya mempunyai uang untuk membelinya. Katakan saja berapa harganya.”

Seorang pria berpakaian rapi berhenti dan bertanya, “Keajaiban jenis apa yang dibutuhkan oleh adikmu?”
“Saya tidak tahu,” jawab Sally. Air mata mulai menetes di pipinya. “Saya hanya tahu dia sakit parah dan mama mengatakan bahwa ia membutuhkan operasi. Tapi kedua orang tua saya tidak mampu membayarnya… tapi saya juga mempunyai uang.”
“Berapa uang yang kamu punya ?” tanya pria itu lagi.
“Satu dollar dan sebelas sen,” jawab Sally dengan bangga. “dan itulah seluruh uang yang saya miliki di dunia ini.”

“Wah, kebetulan sekali,” kata pria itu sambil tersenyum. “Satu dollar dan sebelas sen… harga yang tepat untuk membeli keajaiban yang dapat menolong adikmu”. Dia Mengambil uang tersebut dan kemudian memegang tangan Sally sambil berkata : “Bawalah saya kepada adikmu. Saya ingin bertemu dengannya dan juga orang tuamu.”

Pria itu adalah Dr. Carlton Armstrong, seorang ahli bedah terkenal…. Operasi dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu yang tidak lama sebelum Georgi dapat kembali ke rumah dalam keadaan sehat. Kedua orang tuanya sangat bahagia mendapatkan keajaiban tersebut. “Operasi itu,” bisik ibunya, “adalah seperti keajaiban.

Saya tidak dapat membayangkan berapa harganya”. Sally tersenyum. Dia tahu secara pasti berapa harga keajaiban tersebut…satu dollar dan sebelas sen… ditambah dengan keyakinan.

Hadiah Terbaik
Kepada kawan – Kesetiaan
Kepada musuh – Kemaafan
Kepada ketua – Khidmat
Kepada yang muda – Contoh terbaik
Kepada yang tua – Hargai budi mereka dan kesetiaan.
Kepada pasangan – Cinta dan ketaatan
Kepada manusia – Kebebasan

sumber tak diketahui/resensi

Dunia Memberi Apa yang Kita Fokuskan

bila anda memandang diri anda kecil, dunia akan tampak sempit, dan tindakan anda pun jadi kerdil

Namun bila anda memandang diri anda besar, dunia terlihat luas, anda pun melakukan hal-hal penting dan berharga

Tindakan anda adalah cermin bagaimana anda melihat dunia. Sementara dunia anda tak lebih luas dari pikiran anda tentang diri anda sendiri. Itulah mengapa kita diajarkan untuk berprasangka positif pada diri sendiri, agar kita bisa melihat dunia lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiaran kita.

Padahal dunia tidak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri kita sendiri

Maka bukan soal apakah kita berprasangka positif atau negatif terhadap diri sendiri. Melampaui di atas itu, kita perlu jujur melihat diri sendiri apa adanya. dan dunia pun menampakkan realitanya yang selama ini tersembunyi di balik penilaian-penilaian kita.

Pakaian Kebahagiaan

Suatu ketika, tersebutlah seorang raja yang kaya raya. Kekayaannya sangat melimpah. Emas, permata, berlian, dan semua batu berharga telah menjadi miliknya. Tanah kekuasaannya, meluas hingga sejauh mata memandang. Puluhan istana, dan ratusan pelayan siap menjadi hambanya.

Karena ia memerintah dengan tangan besi, apapun yang diinginkannya hampir selalu diraihnya. Namun, semua itu tak membuatnya merasa cukup. Ia selalu merasa kekurangan. Tidurnya tak nyenyak, hatinya selalu merasa tak bahagia. Hidupnya, dirasa sangatlah menyedihkan.

Suatu hari, dipanggillah salah seorang prajurit tebaiknya. Sang Raja lalu berkata, “Aku telah punya banyak harta. Namun, aku tak pernah merasa bahagia. Karena itu, ujar sang raja, “aku akan memerintahkanmu untuk memenuhi keinginanku. Pergilah kau ke seluruh penjuru negeri, dari pelosok ke pelosok, dan temukan orang yang paling berbahagia di negeri ini. Lalu, bawakan pakaiannya kepadaku.”

“Carilah hingga ujung-ujung cakrawala dan buana. Jika aku bisa mendapatkan pakaian itu, tentu, aku akan dapat merasa bahagia setiap hari. Aku tentu akan dapat membahagiakan diriku dengan pakaian itu. Temukan sampai dapat! ” perintah sang Raja kepada prajuritnya. “Dan aku tidak mau kau kembali tanpa pakaian itu. Atau, kepalamu akan kupenggal !!

Mendengar titah sang Raja, prajurit itupun segera beranjak. Disiapkannya ratusan pasukan untuk menunaikan tugas. Berangkatlah mereka mencari benda itu. Mereka pergi selama berbulan-bulan, menyusuri setiap penjuru negeri. Seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, seperti perintah Raja. Di telitinya setiap kampung dan desa, untuk mencari orang yang paling berbahagia, dan mengambil pakaiannya.

Sang Raja pun mulai tak sabar menunggu. Dia terus menunggu, dan menunggu hingga jemu. Akhirnya, setelah berbulan-bulan pencarian, prajurit itu kembali. Ah, dia berjalan tertunduk, merangkak dengan tangan dan kaki di lantai, tampak seperti sedang memohon ampun pada Raja. Amarah Sang Raja mulai muncul, saat prajurit itu datang dengan tangan hampa.
“Kemari cepat!!. “Kau punya waktu 10 hitungan sebelum kepalamu di penggal. Jelaskan padaku mengapa kau melanggar perintahku. Mana pakaian kebahagiaan itu!” gurat-gurat kemarahan sang raja tampak memuncak.
Dengan airmata berlinang, dan badan bergetar, perlahan prajurit itu mulai angkat bicara. “Duli tuanku, aku telah memenuhi perintahmu. Aku telah menyusuri penjuru negeri, seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, untuk mencari orang yang paling berbahagia. Akupun telah berhasil menemukannya.

Kemudian, sang Raja kembali bertanya, “Lalu, mengapa tak kau bawa pakaian kebahagiaan yang dimilikinya?

Prajurit itu menjawab, “Ampun beribu ampun, duli tuanku, orang yang paling berbahagia itu, TIDAK mempunyai pakaian yang bernama kebahagiaan.”
***
Teman, bisa jadi, memang tak ada pakaian yang bernama kebahagiaan. Sebab, kebahagiaan, seringkali memang tak membutuhkan apapun, kecuali perasaan itu sendiri. Rasa itu hadir, dalam bentuk-bentuk yang sederhana, dan dalam wujud-wujud yang bersahaja.

Seringkali memang, kebahagiaan tak di temukan dalam gemerlap harta dan permata. Seringkali memang, kebahagiaan, tak hadir dalam indahnya istana-istana megah. Dan ya, kebahagiaan, seringkali memang tak selalu ada pada besarnya penghasilan kita, mewahnya rumah kita, gemerlap lampu kristal yang kita miliki, dan indahnya jalinan sutra yang kita sandang.

Seringkali malah, kebahagiaan hadir pada kesederhanaan, pada kebersahajaan. Seringkali rasa itu muncul pada rumah-rumah kecil yang orang-orang di dalamnya mau mensyukuri keberadaan rumah itu. Seringkali, kebahagiaan itu hadir, pada jalin-jemalin syukur yang tak henti terpanjatkan pada Ilahi.

Sebab, teman, kebahagiaan itu memang adanya di hati, di dalam kalbu ini. Kebahagiaan, tak berada jauh dari kita, asalkan kita mau menjumpainya. Ya, asalkan kita mau mensyukuri apa yang kita punyai, dan apa yang kita miliki.

Adakah “pakaian-pakaian kebahagiaan” itu telah Anda sandang dalam hati? Temukan itu dalam diri.

Waktu Sisa

Apa yang bisa kita berikan pada Allah?
Seberapa bagus sesuatu yang bisa kita persembahkan untuk Zat yang Maha Pengasih,yang telah memenuhi semuaaaa kebutuhan kita? Allah memang tidak pernah meminta balasan atas segala kecukupan yang diberikan kepada manusia, namun benarkah status derajat tertinggi diantara para makhluk membuat manusia lupa berterimakasih dan memberikan yang terbaik padaNya? Diakui atau tidak diakui Dia telah banyak mengabulkan keinginan kita,entah cepat atau lambat.

Mari kita ingat kembali,24 jam waktu yang diberikan Allah,berapa persen yang kita tujukan untuk Dia? Bagi Rasul SAW yang tingkat keimanannya diatas manusia pada umumnya, sesungguhnya seluruh waktunya tidak pernah lupa tanpa melibatkan Allah. Bagaimana dengan kita saat ini? Allah hanya mendapat ‘Waktu Sisa’
Ya Benar.. waktu sisa bekerja, waktu sisa bepergian,waktu sisa keluarga,waktu sisa bersenang-senang,bahkan waktu sisa tidur!

Coba ketika adzan berkumandang,ketika itu panggilan Allah meminta kita menghadapNya..
Apa sikap kita? bersegera memenuhi panggilanNya ataukah ‘Ntar dulu ah..’

Ketika adzan subuh, kita berpikir nanti lha jam 06.30..padahal subuh jam 04.20. Maka Allah mendapat waktu sisa dari Tidur kita.
Ketika adzan dhuhur,kita tunda lagi sholat hingga akhir wkt dhuhur dengan berbagai alasan,sibuk bekerja,sedang makan siang,dll.. Maka Allah kembali mendapat waktu sisa dari kesibukan kita.
Demikian pula waktu ashar,maghrib dan isya..
Allah selalu mendapat sisa dari waktu tidur siang kita, sisa dari waktu nonton sinetron,sisa dari waktu mencari rezeki. Padahal ketika seseorang paham bahwa yang mengatur rezekinya adalah Allah, dia tidak perlu takut kehilangan rezekinya akan diambil orang. Karena hidup, mati,rezeki telah Allah tetapkan sejak sebelum seseorang lahir. Tidak akan berkurang rezeki itu hanya karena kita sebentar meninggalkan urusan dunia untuk melakukan sholat tepat waktu.

Sebegitu besarnya kasih sayang Allah pada kita,mengapa kita hanya bisa memberi waktu sisa?

Jika ada pertanyaan mana yang lebih utama, Sholat dulu baru makan atau Makan dulu baru sholat?

Masing-masing jawaban menunjukkan tingkat keimanan & kecintaan seorang hamba dan pemiliknya. Bagi anak-anak dan remaja jika menjawab makan dulu baru sholat,agar sholatnya tidak perlu memikirkan makan.. hal ini bisa dipahami.
Namun jika orang tua yang menjawab ini, perlu dipertanyakan.. apakah di usia yang sudah banyak, masih terus mengutamakan makan daripada sholat?
Kapan keimanannya bertambah jika yang dipikirkan selalu makan,makan dan makan? Apakah semenjak anak-anak selalu mendahulukan makan mengakhirkan sholat hari tuapun demikian? Hanya seperti itukah yang bisa kita persembahkan pada Allah yang telah memenuhi semuaaaa kebutuhan hidup kita?

Sesungguhnya Hati yang Terkunci itu adalah ketika usia terus bertambah namun kesadaran keimanan bukan bertambah baik namun bertambah buruk…

Kisah Raja dan Penasehatnya

Di sebuah kerajaan yang sangat makmur, hiduplah seorang Raja yang pemberani dan penasehatnya yang bijaksana. Suatu hari sang raja dan penasehat pergi berburu. Malangnya, terjadilah kecelakaan yang mengakibatkan jari kelingking sang raja terputus. Maka pulanglah rombongan ini dalam keadaan yang gundah. Setelah mengalami perawatan beberapa hari, sang Raja mulai pulih secara fisik, tetapi dia masih sangat malu untuk muncul di depan umum. Maka dipanggillah sang penasehat.

Raja : “Penasehat, bagaimana menurut pendapatmu keadaanku yang tidak lengkap lagi ini?”
Penasehat : “Tidak masalah, baginda. Itu baik-baik saja. Bersyukurlah bahwa hanya kelingking yang hilang”

Mendengar ini marahlah raja kepada penasehat. Dia berdebat panas dengan sang penasehat yang akhirnya dipenjarakan karena dianggap menghina Raja. Diangkatlah seorang penasehat baru.

Raja tidak bisa meninggalkan hobi berburunya. Setelah sembuh total, dia bersama penasehat barunya berburu kembali ke hutan yang lain. Tetapi kembali sebuah kemalangan menimpa rombongan ini. Sedang asyik-asyiknya mengejar kijang buruan, maka tersesatlah raja dan penasehat di hutan tersebut. Mereka tertangkap oleh segerombolan suku liar di hutan itu, dan segera diikat untuk dikorbankan kepada dewa suku itu.

Upacara sudah disiapkan. Kuali raksasa diisi air dan sudah dipanaskan. Kedua tawanan dibawa siap untuk disembelih dan dimasak. Tiba-tiba sang dukun berteriak, bahwa si Raja tidak boleh ikut disembelih karena cacat di kelingkingnya. Korban harus sempurna tidak boleh cacat. Maka raja itu dibuang ke hutan, dan setelah 3 hari bertemu pasukan pencari yang sudah berhari-hari berkeliling mencari sang Raja.

Raja pulang dengan keadaan letih, tetapi lega. Yang pertama dikunjunginya adalah sang penasehat yang berada di penjara. Penasehat itu dikeluarkan dari penjara dan Raja mengucapkan terima kasih. Raja membenarkan pendapat sang penasehat bahwa memang kita harus bersyukur. Penasehat yang kebingungan dengan perubahan hati sang raja bertanya ada apa. Dan Raja menerangkan semua peristiwa di hutan itu. Lalu sang penasehat juga langsung sujud di hadapan Raja. “Baginda saya juga berterima kasih karena baginda telah memenjarakan saya. Kalau saya tidak dipenjara saat ini, tentu saja saya yang sekarang sedang di masak oleh suku liar itu”.

Moral yang dapat diambil :

Jangan pernah menyesali yang sudah lalu.
Bersyukurlah, dan carilah hikmah dari setiap peristiwa.

Minggu, 17 Januari 2010

pelangi

pelangi terbentang dibiarkan memudar
pelangi hilang warna
mengejar hujan di seberang
merengek pada Tuhan, "lukiskan ya Tuhan...lukiskan..."
"lukiskan lagi biar kunikmati warnanya," pintaku

Yakinlah, dan Pejamkan Mata!

iman adalah mata yang terbuka,
mendahului datangnya cahaya
tapi jika terlalu silau, pejamkan saja
lalu rasakan hangatnya keajaiban

Saya tertakjub membaca kisah ini; bahwa Sang Nabi hari itu berdoa.

Di padang Badr yang tandus dan kering, semak durinya yang memerah dan langitnya yang cerah, sesaat kesunyian mendesing. Dua pasukan telah berhadapan. Tak imbang memang. Yang pelik, sebagian mereka terikat oleh darah, namun terpisah oleh ‘aqidah. Dan mereka tahu inilah hari furqan; hari terpisahnya kebenaran dan kebathilan. Ini hari penentuan akankah keberwujudan mereka berlanjut.

Doa itulah yang mencenungkan saya. “Ya Allah”, lirihnya dengan mata kaca, “Jika Kau biarkan pasukan ini binasa, Kau takkan disembah lagi di bumi! Ya Allah, kecuali jika Kau memang menghendaki untuk tak lagi disembah di bumi!” Gemetar bahu itu oleh isaknya, dan selendang di pundaknya pun luruh seiring gigil yang menyesakkan.

Andai boleh lancang, saya menyebutnya doa yang mengancam. Dan Abu Bakr, lelaki dengan iman tanpa retak itu punya kalimat yang jauh lebih santun untuk menggambarkan perasaan saya. “Sudahlah Ya Rasulallah”, bisiknya sambil mengalungkan kembali selendang Sang Nabi, “Demi Allah, Dia takkan pernah mengingkari janjiNya padamu!”

Doa itu telah menerbitkan sejuta tanya di hati saya. Ringkasnya; mengapa begitu bunyinya? Tetapi kemudian, saya membaca lagi dengan sama takjubnya pinta Ibrahim, kekasih Allah itu. “Tunjukkan padaku duhai Rabbi, bagaimana Kau hidupkan yang mati!”, begitu katanya. Ah ya.. Saya menangkap getar yang sama. Saya menangkap nada yang serupa. Itu iman. Itu iman yang gelisah.

Entah mengapa, para peyakin sejati justru selalu menyisakan ruang di hatinya untuk bertanya, atau menagih. Mungkin saja itu bagian dari sisi manusiawi mereka. Atau mungkin justru, itu untuk membedakan iman mereka yang suci dari hawa nafsu yang dicarikan pembenaran. Untuk membedakan keyakinan mereka yang menghunjam dari kepercayaan yang bulat namun tanpa pijakan.

Kita tahu, di Badr hari itu, Abu Jahl juga berdoa. Dengan kuda perkasanya, dengan mata menantangnya, dengan suara lantangnya, dan telunjuk yang mengacung ke langit dia berseru, “Ya Allah, jika yang dibawa Muhammad memang benar dari sisiMu, hujani saja kami dari langit dengan batu!” Berbeda dari Sang Nabi, kalimat doanya begitu bulat, utuh, dan pejal. Tak menyisakan sedikitpun ruang untuk bertanya. Dan dia lebih rela binasa daripada mengakui bahwa kebenaran ada di pihak lawan.

Itukah keyakinan yang sempurna? Bukan. Itu justru kenaïfan. Naif sekali.

Mari bedakan kedua hal ini. Yakin dan naïf. Bahwa dua manusia yang dijamin sebagai teladan terbaik oleh Al Quran memiliki keyakinan yang menghunjam dalam hati, dan keyakinan itu justru sangat manusiawi. Sementara kenaifan telah diajarkan Iblis; untuk menilai sesuatu dari asal penciptaan lalu penilaian itu menghalangi ketaatan pada PenciptaNya. Atau seperti Abu Jahl; rela binasa daripada mengakui kebenaran tak di pihaknya. Atau seperti Khawarij yang diperangi ‘Ali; selalu bicara dengan ayat-ayat suci, tapi lisan dan tangan menyakiti dan menganiaya muslim lain tanpa henti. Khawarij yang selalu berteriak, “Hukum itu hanya milik Allah!”, sekedar untuk menghalangi kaum muslimin berdamai lagi dan mengupayakan kemashlahatan yang lebih besar. Mencita-citakan tegaknya Din, memisahkan diri di Harura dari kumpulan besar muslimin, dan merasa bahwa segala masalah akan selesai dengan kalimat-kalimat. Itu naïf.

Dan beginilah kehidupan para peyakin sejati; tak hanya satu saat dalam kehidupannya, Ibrahim sebagai ayah dan suami, Rasul dan Nabi, harus mengalami pertarungan batin yang sengit. Saat ia diminta meninggalkan isteri dan anaknya berulang kali dia ditanya Hajar mengapa. Dan dia hanya terdiam, menghela nafas panjang, sembari memejamkan mata. Juga ketika dia harus menyembelih Isma’il. Siapa yang bisa meredam kemanusiaannya, kebapakannya, juga rasa sayang dan cintanya pada sesibir tulang yang dinanti dengan berpuluh tahun menghitung hari.

Dan dia memejamkan mata. Lagi-lagi memejamkan mata.

Yang dialami para peyakin sejati agaknya adalah sebuah keterhijaban akan masa depan. Mereka tak tahu apa sesudah itu. Yang mereka tahu saat ini bahwa ada perintah Ilahi untuk begini. Dan iman mereka selalu mengiang-ngiangkan satu kaidah suci, “Jika ini perintah Ilahi, Dia takkan pernah menyia-nyiakan iman dan amal kami.” Lalu mereka bertindak. Mereka padukan tekad untuk taat dengan rasa hati yang kadang masih berat. Mereka satukan keberanian melangkah dengan gelora jiwa yang bertanya-tanya.

Perpaduan itu membuat mereka memejamkan mata. Ya, memejamkan mata.

Begitulah para peyakin sejati. Bagi mereka, hikmah hakiki tak selalu muncul di awal pagi. Mereka harus bersikap di tengah keterhijaban akan masa depan. Cahaya itu belum datang, atau justru terlalu menyilaukan. Tapi mereka harus mengerjakan perintahNya. Seperti Nuh harus membuat kapal, seperti Ibrahim harus menyembelih Isma’il, seperti Musa harus menghadapi Fir’aun dengan lisan gagap dan dosa membunuh, seperti Muhammad dan para sahabatnya harus mengayunkan pedang-pedang mereka pada kerabat yang terikat darah namun terpisah oleh ‘aqidah.

Para pengemban da’wah, jika ada perintahNya yang berat bagi kita, mari pejamkan mata untuk menyempurnakan keterhijaban kita. Lalu kerjakan. Mengerja sambil memejam mata adalah tanda bahwa kita menyerah pasrah pada tanganNya yang telah menulis takdir kita. Tangan yang menuliskan perintah sekaligus mengatur segalanya jadi indah. Tangan yang menuliskan musibah dan kesulitan sebagai sisipan bagi nikmat dan kemudahan. Tangan yang mencipta kita, dan padaNya jua kita akan pulang…

salim a. fillah –www.fillah.co.cc-

Umur yang mencair Seperti Es

Cepat sekali waktu berlalu. Mengalir tak pernah berhenti. Jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik, bergerak. Waktu tak dapat ditunda, tak dapat ditahan dan tak mungkin ada yang mampu mengulang. Itu artinya, usia kita pun berkurang. Kita... semakin dekat ke liang lahat. Saudaraku, entah, apakah pertambahan dan perguliran waktu itu, berarti mendekatkan diri kita pada kenikmatan surga. Atau mendekatkan kita pada kesengseraan neraka. Nauzubillah....

Rasul saw. Menyifatkan cepatnya perjalanan waktu kehidupan seperti perjalanan seorang musafir yang hanya sejenak berhenti di bawah pohon di tengah perjalanan yang amat panjang. Para ulama juga banyak menguraikan ilustrasi tentang hidup yang amat singkat ini. "Umurmu akan mencair seperti mencairnya es, " kata Imam Ibnul Jauzi. (Luthfu fil Wa'z, 31)

Saudaraku, sahabatku,
Semoga Allah memberkahi sisa usia kita, Permasalah terbesar setiap orang adalah ketika kecepatan umur dan waktu hidupnya tidak seiring dengan kecepatannya untuk menyelamatkan diri dari penderitaan abadi di akhirat. Ketika, usia yang sangat terbatas itu tidak berfungsi sebagai pelindung diri dari beratnya adzab dan siksa Allah swt. Di saat, banyaknya hembusan dan tarikan nafasnya tak sebanding dengan upaya dan jihadnya untuk terhindar dari lubang kemurkaan Allah. Ketika, jumlah detak jantung dan aliran darah yang di pompa di dalam tubuhnya, tak sebanyak gerak dan tingkahnya untuk menjauhi berbagai kemaksiatan yang dapat memunculkan kesengsaraan akhirat.

Saudaraku,
Sesungguhnya jiwa kita adalah milik Allah dan kepada-Nya lah jiwa ini akan kembali....
Suasana hati seperti inilah yang perlu kita tumbuhkan. Adakah di antara kita yang tidak mempunyai dosa? Atau merasa mampu menebus kotoran dan dosa yang telah dilakukan selama puluhan tahun usia yang telah lewat? Tentu tidak. Perasaan kurang, merasa banyak melakukan kemaksiatan, lalu menimbulkan penyesalan adalah bagian dari pintu-pintu rahmat Allah yang akan mengantarkan kita pada taubat. Suasana hati seperti inilah yang akan mendorogng pemilikinya bertekad mengisi hari dengan amal yang lebih untuk menebus kesalahan yang lalu.

Saurdaraku, mari menangguk pahala, meraih rahmat dan ampunan Allah sebanyak-banyaknya sekarang juga. Perbanyaklah dzikir, bersedekah, berjihad dan beramal shalih.....Tak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan. Sekarang dan jangan tunda-tunda lagi niat baik kita.... Semoga Allah meneguhkan kekuatan kita untuk melakukan kebaikan yang kita niatkan...
aminn
Wanita-wanita yang tiada lagi takut akan peluru
tidak pula takut akan pergolakan dan kepala tombak

Selamanya.....

Kehidupan para artis wanita pun tiada menyita perhatian
mereka.

Kulihat mereka, dan tidak kupercaya mereka
bahwa aku pernah melihat mereka.

Mereka serbu tentara pada siang bolong
dan pada malam hari.

Mereka tampar, lempar, dan pukul
para tentara dengan sandal.

Bila mereka melihat seorang syahid
roboh di antara mereka, mereka akan
lontarkan yel-yel heroik dengan tutur kata mereka.

Geraman yang meluncur dari mulut mereka
mengiang saat kesyahidan diperoleh oleh salah seorang
anggota keluarga mereka.

Mereka tumbuh dengan moral yang bersih,
yang mereka anggap sebagai sesuatu yang
fardhu dan sunah.

Kesucian moral, agama, dan kesabaran
adalah senjata mereka.

Saksikanlah betapa sabar mereka
menghadapi desingan peluru di atas kepala mereka.

Kesabaran mereka dalam menghadapi beban berat
karena suami-suami mereka di penjara.

Kesabaran mereka menghadapi gugurnya kafilah syuhada
putra-putra mereka.

Saksikanlah betapa seringnya mereka menyaksikan peristiwa
yang dapat membuat janin menjadi beruban.

Mereka sabar terhadap serangan yang meletihkan,
tak jadi lunak dan tak pula jadi lemah.

Untuk mereka seribu satu penghormatan,
Penghormatan untuk jihad mereka.

(Dinukil dari kumpulan sajak karya penyair Muhammad Shayyam)

Peta Impian

Impian akan mengarahkan kita kemana akan melangkah, bagaimana akan berbuat dan bersikap. Dengan impian kita akan tau dimana titik akhir dari perjuangan. Dan segera setelah mencapai impian itu, kita dapat menggantikannya dengan impian lain yang belum tercapai.

Sahabat, dalam meraih impian, kita perlu strategi dan peta. Sehingga saat berjalan dan bertemu dengan hambatan, kita dapat memilih untuk melompatinya ataukah memutarinya dan mengambil jalan lain. Tanpa mengubah impian, hanya mengubah arah jalan saja.

Bayangkan anda berada di tengah samudera di atas sebuah speedboat.
Lima puluh kilometer di depan anda adalah sebuah pulau, dan di
pulau itu terdapat semua yang anda inginkan dan cita-citakan.
Semua impian anda. Dan satu-satunya cara untuk mendapatkan itu
semua adalah sampai ke pulau tersebut. Pulau itu ada di belakang
cakrawala. Tapi cakrawala yang mana…?

Masalahnya adalah anda tidak punya kompas, peta, radio, telepon,
dan anda tidak tahu mana arah ke pulau tersebut. Arah yang salah
akan membuat anda melenceng jauh sekali dari pulau impian,
sementara di sekeliling anda yang terlihat cuma laut dan langit.

Dalam dua jam, anda bisa saja telah sampai di pulau impian.
Tetapi bila anda salah arah – anda bisa kehabisan bahan bakar
sebelum bisa mencapai pulau impian.

Hidup tanpa tujuan yang jelas, tanpa mengetahui dan mengerti
kegunaan hidup anda – adalah sama dengan dilema pulau impian.
Semua impian anda sebenarnya bisa tercapai, namun untuk mencapainya
anda harus mengetahui peta impian. Yaitu apa, di mana, dan bagaimana mencapainya. Anda mutlak mengetahui arah untuk mencapainya. Tentukan peta anda sekarang – untuk dapat mencapai impian anda. Buat seteliti dan seakurat mungkin – dan selanjutnya anda tinggal mengarahkan speedboat anda ke pulau impian… Untuk selanjutnya, Anda meraihnya, merengkuhnya, dan tersenyum dengan bangga, “Inilah impianku, dan aku telah mendapatkannya.”
==========
Sahabat, berhentilah sejenak dan mari kita saling mendoakan,doa untuk sahabat kita, orang tua kita, orang yang kita cintai, serta tak lupa admin web ini :) . Semoga peta menuju impian hidup yang kita rancang, diridhoi Allah SWT. Kita sadari tubuh kita, nyawa kita dan nafas kita, sepenuhnya adalah miliknya. Tiada satupun peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita, tanpa ridhoNya. Selamat berjuang sahabat… Impian itu, sudah rindu untuk kita rengkuh, dan kita peluk.

Obat Stress ala Muslim sejati...

Kondisi zaman yang serba sulit seperti sekarang ini, hampir membuat semua orang di Indonesia terjangkit penyakit stres. Tengoklah rumah sakit jiwa di daerah kita. Kita akan menemukan angka peningkatan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Sesungguhnya, stres tidak hanya disebabkan oleh peristiwa buruk. Semua perubahan yang berhubungan dengan fisik dan psikis seseorang dapat menyebabkan stres

Stres adalah akumulasi dari reaksi tubuh terhadap situasi atau lingkungan sekitar yang tampak berbahaya atau sulit. Stres membuat tubuh memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Jadi, sebenarnya stres merupakan reaksi tubuh yang alami (sunnatullah). Hampir sama dengan reaksi spontan tubuh lain, seperti reaksi tubuh saat menghindar dari panas, misalnya, atau kita berselimut ketika hawa dingin menerpa tubuh kita.

Memang, ada stres yang membahayakan yaitu stress berat yang dapat berdampak pada depresi dan pada akhirnya sakit jiwa. Pertanyaannya sekarang, adakah manfaat stress? Saya jawab ada karena semua yang diciptakan ALLAH Swt tidak ada yang sia-sia, tak terkecuali hal yang buruk. Stres yang baik sangat berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih tangguh menghadapi tantangan hidup. Nah, yang perlu diwaspadai adalah stress berat yang dapat mengakibatkan kegilaan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa hampir semua penyakit yang diderita oleh manusia muaranya disebabkan oleh stress. Kondisi jiwa yang tertekan dapat membuat sirkulasi darah dan metabolisme menjadi tidak sempurna sehingga membuat kita sakit. Pada dasarnya, kita tidak perlu merasa khawatir dengan stress karena kita mempunyai obat penenang bernama agama.
Stress Bermula dari Kondisi Psikis

Jika kita menemukan orang yang sakit, pada dasarnya kondisi kejiwaannya sedang terganggu. Kondisi jiwa yang tertekan akan mempengaruhi pikiran dan perasaan. Jadi sebenarnya, penyakit yang diderita manusia lebih cenderung karena psikis atau kejiwaannya sedang mengalami gangguan. Ketika kita sedang stres, tubuh kita secara otomatis akan menghasilkan hormon adrenalin dan cortisol. Kedua hormon tersebut akan mengakibatkan jantung berdetak lebih cepat daripada pada keadaan normal. Darah pun akan mengalir dengan lebih cepat. Keadaan ini tentu menguras tenaga karena kadar gula dalam darah akan terkuras cepat. Otot pun menjadi tegang, terutama otot di sekitar mata dan kepala.

Kondisi di atas akan memengaruhi perangai seseorang. Orang menjadi mudah tersinggung, cepat marah, agresif, dan cenderung berlebihan (defensif). Karena kadar adrenalin makin tinggi, kadar gula dalam darah pun semakin naik. Hal tersebut membuat kebutuhan akan zat gula makin tinggi. Jika tidak terpenuhi, orang akan mudah lelah, sukar berkonsentrasi, dan jantung sering berdebar-debar. Selain itu, tanda yang paling sering menyertai stres adalah sakit kepala dan gangguan pencernaan. Jika kita membiarkan keadaan ini berlarut-larut, sistem metabolisme tubuh akan terganggu. Selain memperparah kondisi kesehatan orang yang sedang sakit, stres juga dapat mengakibatkan daya tahan tubuh kita menurun. Tidak heran jika banyak komplikasi penyakit yang salah satunya disebabkan oleh stres.

Bagaimana Mengendalikan Stress?
Stres tidak bisa diobati. Beberapa dokter terkadang hanya memberi obat penenang sejenis chlordiazepoksida, diazepam, dan nipam, jika penderita mulai mengalami gangguan mental dan tidak bisa tidur. Jenis obat-obatan tersebut sekadar mengurangi intensitas detak jantung, mengendorkan otot tegang, dan mengurangi ketegangan saraf. Nah, cara yang paling tepat adalah kembali kepada ALLAH Swt. "

"Sesungguhnya mengingat ALLAH itu menenangkan hati", demikian firman-Nya dalam kitab suci Al-Quran. Dengan banyak mengingat ALLAH, hati akan menjadi tenang dan kita pelan-pelan akan dapat mengendalikan stress

Orang-orang yang hatinya tenang akan selalu menahan diri dari sikap mencari masalah. Dia akan selalu memandang permasalahan hidup secara positif, realistis dengan kemampuan diri, terbuka, dan hidupnya teratur sebagaimana yang sudah menjadi sunnatullah.

Tekanan hidup memang tidak akan pernah berhenti. Kualitas pribadi seseorang akan tampak ketika dia menghadapi permasalahan. Keimanan kepada ALLAH merupakan faktor utama yang membuat kita sehat. Cobalah kita bertanya dalam hati kita masing-masing, mengapa Rasulullah tidak pernah sakit seumur hidupnya? Karena Rasulullah tidak pernah mengalami stres berat. Mengapa Rasulullah tidak pernah stres berat? Karena hati Rasulullah senantiasa tenang. Mengapa Rasulullah selalu diberi ketenangan hati? Karena Rasulullah selalu mengingat ALLAH di sepanjang kehidupannya. Berserah pada kehendak Allah adalah sikap dasar dalam menghadapi segala permasalahan.

Nilai Diri Kita

Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:

“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.

“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”

Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan. :)

***
Sahabat ETC, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000

Sahabat ETC, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.

Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.
Kita tetap tak ternilai di mata Allah.

Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.
Sahabat, akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.
Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.

Muhasabah Diri

Tuhanku,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-MU yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautanMU yang meluap hingga ke seluruh samudra
Aku hanya sepotong rumput di padangMU yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung MU yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang reduo di samudra langit Mu yang tanpa batas

Tuhanku
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapanMU
Tiada Engkau sedikitpun memerlukan akan tetapi
hamba terus menggantungkan segunung harapan pada MU

Tuhanku...baktiku tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka MU
Betapa sadar diri begitu hina dihadapanMU
Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhlukMU
Diri yang tangannya banyak maksiat ini,
Mulut yang banyak maksiat ini,
Mata yang banyak maksiat ini
Hati yang telah terkotori oleh noda ini memiliki keninginana setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu yang mulia???

Tuhan Kami semua fakir di hadapan MU tapi juga kikir dalam mengabdi kepada MU
Semua makhlukMU meminta kepada MU dan pintaku.
Ampunilah aku dan sudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Sukseskanlah mereka mudahkanlah urusannya

Mungkin tanpa kami sadari , kamu pernah melanggar aturanMU
Melanggar aturtan qiyadah kami,bahkan terlena dan tak mau tahu akan amanah
Yang telah Tuhan percayakan kepada kami Ampunilah kami

Pertemukan kami dalam syurga MU dalam bingkai kecintaan kepadaMU
Tuhanku.Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada MU
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu
Atau .dalam maksiat kepadaMU Ya Tuhanku Tutuplah untuk kamu dengan sebaik-baiknya penutupan !!

Kosongkan Cangkir Tehmu

Di sebuah kerajaan, karena kesibukan sang raja memerintah, permaisurilah yang menemani dan sangat memanjakan sang pangeran. Pangeran tumbuh menjadi pemuda yang sombong, egois, kurang sopan santun, dan malas belajar. Raja sangat sedih memikirkan sikap pangeran muda. Bagaimana nasib negeri ini nantinya?

Setelah berbincang dengan permaisuri, raja pun bertitah: "Anakku, tahta kerajaan akan ayah serahkan kepadamu, tetapi dengan syarat engkau harus tinggal dan belajar selama 1 tahun di atas bukit bersama seorang guru yang telah ayah pilih. Bila engkau gagal, maka tahta kerajaan akan ayah serahkan kepada orang lain."

Pangeran serta merta menyanggupi persyaratan itu. Dalam hati ia berkata, "Apalah artinya penderitaan 1 tahun dibandingkan kelak sebagai raja, aku bisa hidup mewah dan bersenang-senang seumur hidupku!"

Setibanya di kediaman sang guru, tingkah laku pangeran tetap sombong, menyebalkan, dan tidak sopan. Dia merasa sebagai pangeran, semua orang harus menuruti kemauannya. Setiap kali gurunya bertanya, pangeran menjawab semaunya. Setiap kali gurunya menerangkan pelajaran, pangeran tidak mendengarkan-merasa sudah tahu semua.

Tidak terasa haripun berganti minggu. Sang guru berpikir keras tentang cara untuk memberi pelajaran kepada pangeran yang sombong dan sok pintar itu.

Suatu hari, sang guru menyeduh teh dan menuangkan ke cangkir pangeran. Air teh dituang terus dan terus hingga tumpah ke mana-mana sehingga mengenai tangan sang pangeran. Pangeran berteriak marah, "Hai, bodoh sekali! Menuang teh saja tidak becus! Cangkir sudah penuh mengapa masih dituang terus? Air mendidih, lagi!"

Dengan tersenyum sang guru berkata tegas, "Beruntung hanya tangan pengeran yang terkena percikan teh panas. Sebagai seorang pangeran, calon raja dan suri tauladan bagi rakyatnya, tidak sepantasnya berkata tidak sopan seperti itu, lebih-lebih kepada gurunya sehingga sepantasnya mulut pangeranlah yang harus dituang teh panas ini.

Guru sengaja menuang terus cangkir yang telah terisi penuh karena ingin mengajarkan kepada Yang Mulia bahwa cangkir teh diumpamakan sama seperti otak manusia. Bila telah terisi penuh maka tidak mungkin diisi lagi. Karenanya kosongkan dulu cangkirmu, kosongkan pikiranmu, agar bisa diisi hal-hal baru yang positif. Hanya bekal ini yang ingin guru sampaikan. Bila pangeran tidak berkenan, silakan pergi dari sini."

Mendengar perkataan sang gurunya yang tegas, pangeran seketika tertunduk malu. Peristiwa itu menyadarkan pangeran untuk mengubah sikapnya dan menerima pelajaran dari gurunya. Tentu saja perubahan sikap pengeran ini membuat raja sangat bergembira.

Teman-teman yang berbahagia,

Karena status, pendidikan, atau kedudukan, seringkali seseorang merasa lebih tahu, lebih mengerti, dan lebih pintar dari orang lain. Sikap seperti ini membuat pikiran tertutup (atau mental block), sulit menerima hal-hal baru yang diberikan oleh orang lain.

Sikap seperti ini jelas merugikan dirinya sendiri. Jika kita bisa bersikap open mind / membuka pikiran dalam menerima hal-hal baru dan mau menerima kritikan yang diberikan oleh orang lain, maka kita akan dapat memetik banyak keuntungan; seperti bertambahnya wawasan, ide, pengetahuan, pengertian, wisdom, dan lain sebagainya. Pasti semua itu bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan dan menciptakan kesuksesan.

Kisah Tukang Sepatu

Dari Muhammad bin Al-Muhandits diriwayatkan bahwa ia berkata: “Ada sebuah tiang di Masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang biasa kugunakan untuk shalat dan belajar di malam hari.

Pada waktu itu penduduk Madinah mengalami paceklik. Maka merekapun keluar menjalankan shalat Istisqa’. Namun hujan tidak juga turun. Pada malam harinya, seperti biasa aku shalat Isya’ di Masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, lalu aku datang mendatangi tiang itu dan menyandarkan tubuhku di sana (istirahat).

Tiba-tiba datang seorang lelaki berkulit hitam kecoklat-coklatan, mengenakan kain sarung, dan pada lehernya tergantung kain yang lebih kecil lagi. Lelaki itu kemudian mendekati tiang di depanku, sementara (tanpa dia ketahui) aku berada di belakangnya. Kemudian dia shalat dua raka’at lalu duduk seraya berdo’a :”Wahai Rabb-ku. Para penduduk Madinah kota Nabi-Mu telah keluar meminta hujan, namun Engkau tidak juga mencurahkan hujan. Kini aku bersumpah atas nama-Mu, turunkanlah hujan.” Ibnul Muhandits bergumam : “jangan-jangan ini orang gila.”

Ia meneruskan: “Tatkala lelaki itu meletakkan tangannya, tiba-tiba aku mendengar suara guntur, diikuti dengan hujan yang turun dari langit yang menyebabkan diriku berkeinginan kembali ke rumah.

Ketika ia mendengar suara hujan, ia segera memuji Allah dengan berbagai pujian yang belum pernah kudengar yang semacam itu sebelumnya.” Perawi melanjutkan : “Kemudian lelaki itu berkata : “Siapa saya, dan apa kedudukan saya, sehingga doa saya terkabul. Akan tetapi aku tetap berlindung dengan memuji diri-Mu dan berlindung dengan pertolongan-Mu.” Lalu perawi melanjutkan: “kemudian lelaki itu mengenakan kain yang digunakan untuk menyelimuti tubuhnya, lalu kain yang bergantung di punggungnyaia turunkan ke kakinya. Setelah itu ia shalat. Ia terus menjalankan shalatnya, sampai ia merasa akan datang Shubuh. Setelah itu ia melakukan shalat Witir dan shalat sunnah Fajar dua raka’at.

Kemudian dikumandangkan iqamat Shubuh, ia turut shalat berjama’ah bersama orang banyak. Akupun turut shalat bersamanya . Setelah imam mengucapkan salam, ia (lelaki hitam) segera bangkit dan keluar masjid. Akupun mengikutinya dari belakang, hingga pintu masjid. Lalu dia mengangkat pakaiannya dan berjalan di air yang tergenang (karena hujan). Akupun ikut mengangkat pakaianku dan berjalan di genangan air. Namun kemudian aku kehilangan jejak.

Pada malam selanjutnya, aku kembali shalat Isya di Masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, lalu aku mendatangi tiang tersebut dan berbaring di sana. Tiba-tiba lelaki itu datang lagi dan berdiri di tempat biasa. Ia menyelimuti tubuhnya dengan kain, sementara kain lainnya yang berada di punggungnya ia selempangkan di kedua kakinya, kemudian melakukan shalat. Ia terus melakukan shalat, sampai ia khawatir kalau datang waktu Shubuh, baru ia melakukan Witir dan dua raka’at sunnah Fajar.

Setelah itu iqamat berkumandang. Ia langsung shalat berjama’ah, akupun turut bersamanya. Ketika Imam telah mengucapkan salam, ia keluar. Aku juga keluar mengikutinya. Ia berjalan dengan cepat. Akupun mengikutinya hingga sampai ke salah satu rumah di kota Madinah yang kukenal. Akupun kembali ke masjid.

Setelah terbit matahari, dan aku telah menunaikan shalat (Dhuha). Aku segera keluar mendatangi rumah tersebut. Kudapati dirinya sedang duduk menjahit. Ternyata ia tukang sepatu. Ketika ia melihatku, ia segera mengenaliku. Ia berkata : “Wahai Abu Abdillah, selamat datang. Ada yang bisa kubantu ? Anda ingin saya buatkan sepatu ?” Aku segera duduk dan berkata : “Bukankah engkau yang menjadi temanku di malam pertama itu ?” Rona wajahnya berubah menghitam dan berteriak sambil berkata : “Wahai ibnul Muhandits, apa urusanmu dengan kejadian itu ?” Perawi melanjutkan: “Lelaki itu marah dan akupun segera meninggalkannya.” Aku mengatakan: “Sekarang juga aku keluar dari tempat ini.”

Pada malam ketiga, aku kembali shalat Isya di akhir waktu di Masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian menuju tempatku untuk berbaring. Namun lelaki itu tak kunjung datang. Ibnul Muhandits bergumam: “Inna lillahi, apa yang telah aku perbuat ?” Pagi harinya, aku duduk di masjid hingga matahari terbit. Kemudian aku keluar untuk mendatangi rumah yang ditempati lelaki tersebut.

Ternyata kudapati pintunya terbuka. Dan ternyata rumah itupun sudah tidak berpenghuni lagi. Pemiliki rumah yang ditinggali lelaki itu bertanya kepadaku: “Wahai Abu Abdillah, apa yang terjadi antara anda dengan dirinya kemarin ?” Aku balik bertanya: “Apakah gerangan yang terjadi dengannya ?” Orang-orang di situ berkata :”Ketika anda keluar dari rumahnya kemarin, lelaki itu segera membentangkan kainnya di tengah ruangan rumahnya. Kemudian ia tidak menyisakan selembar kulit ataupun sepatu. Semuanya dia letakkan dalam kainnya, lalu diangkut. Setelah itu kami tidak tahu lagi ke mana lagi dia pergi.”

Muhammad bin Al-Muhandits berkata: “Setiap rumah yang ada di kota Madinah yang kuketahui pasti kusinggahi untuk mencarinya. Namun aku tidak menemukannya lagi. Semoga Allah merahmatinya.”


maraji' :
Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf, Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil Baha-uddien `Aqie.

Kisah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya." Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan,� yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

Jika Kita

Jikalau kita lakukan sesuatu kar'na mengharap pujian orang, nama besar, ataupun kepopuleran, sahabatku..Yang didapat hanyalah lelah. Tenaga, fikiran ataumungkin juga uang terbuang percuma.. sementara waktu hidup tinggal sebentar, akhirnya kita pulang tinggal nama tanpa beroleh bekal sedikitpun.

Jikalau kita lakukan sesuatu kar'na mengharap uang,sungguh.., seberapa besarpun nilainya, ia tak akan cukup membeli sepasang mata indahmu ataupun ketentraman bathinmu.

Jikalau kita lakukan sesuatu demi seorang insan yang kita cintai, suatu saat ia akan pergi ataupun meninggalkan kita, niscaya hampalah hidup ini, dan menyesallah jiwa ini.

Jika kita lakukan sesuatunya untuk mengharap dunia,yang kita dapat hanyalah dunia. Dan dunia akan musnah,musnah pulalah segalanya, oh.. alangkah sia-sianya,bukan?

Apakah kita mau seperti itu?..

Hidup ini memang berat, bayangkan saja, banyak sungguhwanita yang mau menjual harga dirinya, banyak sungguh manusia yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh keinginannya, maksiat meraja lela, musibah menderudera. Namun apakah karena sekeliling kita kotor makakita akan ikut-ikutan kotor?.. ikut-ikutan ke lembahnista?.. tidak bukan??

Biarlah mereka seperti itu jika mereka mau, jangan pernah kita ikut-ikutan, malah kita harus mendo'akan dan merangkul mereka ke jalan yang benar.� �Yach.. kita tak akan sanggup menghadapi dilema inijikalau tak berpegang teguh pada Al Qur'an dan sunnahRasul-Nya. Karena itu.. pupuklah keimananmu ituselalu, ibarat tanaman yang akarnya tumbuh kokoh tertancap ke dalam tanah, semakin tinggi ia, semakin banyak angin menerpa, namun tanaman tak pernah goyah.

Dan wahai para ibu.. rangkullah anak-anak kita,pendidikannya akan menentukan bagaimana arah masadepan bangsa ini selanjutnya. Dekaplah dia dengankasihmu, bimbing ia dengan cintamu, karena Allah..Dengan kekuatan cintamu dan do'a tak putus-putusnya,insya Allah kehinaan dunia ini akan mengangkat derajadanak-anak kita mulia di mata Tuhannya. Bertaqwalah dalam apapun dan bagaimanapun keadaan kita.

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Diaakan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath Thalaaq 65:2)

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawaqalkepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan(keperluan)nya. (QS. Ath Thalaaq 65:3)

Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscayaAllah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(QS. Ath Thalaaq 65:4)

Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Diaakan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. Ath Thalaaq 65:5)

Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yangbertaqwa, pahala yang diberikan-Nya adalah syurga. Demi Allah, Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang itutak pernah menyalahi janji-Nya.

Billaahi taufiq walhidayah
Wassalaamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh

Hidup yang Berarti

Berapa umur anda saat ini?
20 tahun, 25 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...
Berapa lama anda telah melalui kehidupan anda?
Berapa lama lagi sisa waktu anda untuk menjalani kehidupan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.

Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba. Waktu untuk kita
bersiap melakukan aktivitas, sebagai karyawan, sebagai pelajar, sebagai
seorang profesional, dll.
Kita memulai hari yang baru. Macetnya jalan membuat kita semakin tegang
menjalani hidup. Terlambat sampai di kantor, itu hal biasa. Pekerjaan
menumpuk, tugas dari boss yang membuat kepala pusing, sikap anak buah yang
tidak memuaskan, dan banyak
problematika pekerjaan harus kita hadapi di kantor.
Tak terasa, siang menjemput..."Waktunya istirahat..makan-makan.." Perut
lapar, membuat manusia sulit berpikir. Otak serasa buntu. Pekerjaan menjadi
semakin berat untuk
diselesaikan. Matahari sudah berada tepat diatas kepala. Panas betul hari
ini...
Akhirnya jam istirahat selesai, waktunya kembali bekerja...Perut kenyang,
bisa jadi kita bukannya semangat bekerja malah ngantuk. Aduh tapi pekerjaan
kok masih banyak yang belum selesai. Mulai lagi kita kerja, kerja dan terus
bekerja sampai akhirnya terlihat di sebelah barat...

Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah. Gelap mulai
menjemput. Lelah sekali hari ini. Sekarang jalanan macet. Kapan saya sampai
di rumah. Badan pegal sekali, dan badan rasanya lengket.
Nikmat nya air hangat saat mandi nanti. Segar segar...
Ada yang memacu kendaraan dengan cepat supaya sampai di rumah segera, dan
ada yang berlarian mengejar bis kota bergegas ingin sampai di rumah.
Dinamis sekali kehidupan ini.
Waktunya makan malam tiba. Sang istri atau mungkin Ibu kita telah menyiapkan

makanan kesukaan kita. "Ohh..ada sop ayam"
. "Wah soto daging buatan ibu memang enak sekali".
Suami memuji masakan istrinya, atau anak memuji masakan Ibunya. Itu juga kan

yang sering kita lakukan.

..Selesai makan, bersantai sambil nonton TV. Tak terasa heningnya malam
telah tiba. Lelah menjalankan aktivitas hari ini, membuat kita tidur dengan
lelap. Terlelap sampai akhirnya pagi kembali menjemput dan mulailah hari
yang baru lagi.
Kehidupan..ya seperti itu lah kehidupan di mata sebagian besar orang.
Bangun, mandi, bekerja, makan, dan tidur adalah kehidupan.
Jika pandangan kita tentang arti kehidupan sebatas itu, mungkin kita tidak
ada bedanya dengan hewan yang puas dengan bisa bernapas, makan, minum,
melakukan kegiatan rutin, tidur. Siang atau malam adalah sama.
Hanya rutinitas...sampai akhirnya maut menjemput.

Memang itu adalah kehidupan tetapi bukan kehidupan dalam arti yang luas.
Sebagai manusia jelas kita memiliki perbedaan dalam menjalankan kehidupan.
Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk
orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang
yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua
kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang
arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang
Maha Kuasa ..
Kehidupan adalah ... dll.

Begitu banyak Kehidupan yang bisa kita jalani.
Berapa tahun anda telah melalui kehidupan anda ?
Berapa tahun anda telah menjalani kehidupan rutinitas anda ?
Akankah sisa waktu anda sebelum ajal menjemput hanya anda korbankan untuk
sebuah rutinitas belaka ?

Kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, mungkin 5 tahun lagi, mungkin 1
tahun lagi, mungkin sebulan lagi, mungkin besok, atau mungkin 1 menit lagi.
Hanya Tuhanlah yang tahu...
Pandanglah di sekeliling kita...ada segelintir orang yang membutuhkan kita.

Mereka menanti kehadiran kita. Mereka menanti dukungan kita. Orang tua,
saudara, pasangan, anak, sahabat dan sesama......
Serta Tuhan yang setia menanti ucapan syukur dari bibir kita.

Bersyukurlah padaNYA setiap saat bahwa kita masih dipercayakan untuk
menjalani kehidupan ini. Buatlah hidup ini menjadi suatu ibadah.
Selamat menjalani hidup yang lebih berkualitas.

Hidup adalah SurgaHidup adalah Surga

Hidup adalah kumpulan hari, bulan, dan tahun yang berputar tanpa pernah kembali lagi. Setiap hari umur bertambah, usia berkurang. Hal itu berarti kematian kian dekat. Semestinya kita kian arif dan bijak menjalaninya, tetap dalam kesalehan, bertambah kuat akidah, semakin khusyuk dalam beribadah, dan mulia akhlak. Pada puncak kebaikan itu lalu kita wafat, itulah husnul khatimah.

Kehidupan jasad hanyalah sementara di dunia. Sedangkan kehidupan roh mengalami lima fase, yaitu: arwah, rahim, dunia, barzah, dan akhirat. Berarti hidup di dunia hanya terminal pemberhentian menuju akhirat. Allah SWT mengingatkan, ''Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.'' (QS: Al-A'laa [87]: 17). Rasulullah saw menggambarkan bahwa hidup ini tak ubahnya seorang musafir yang berteduh sesaat di bawah pohon yang rindang untuk menempuh perjalanan tanpa batas. Karena itu, bekal perjalanan mesti disiapkan semaksimal mungkin. Sebaik-baik bekal adalah takwa (QS Albaqarah [2]: 197).

Orang bertakwa adalah orang yang sangat cerdas. Ia tidak mau terjebak pada ''keenakan'' sesaat, tetapi menderita berkepanjangan. Karenanya, ia mengolah hidup yang sesaat ini menjadi berarti untuk kehidupan panjang tanpa akhir nanti. ''Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.'' (QS Al-Ankabuut [29]: 64).

Hidup ini di bawah tatapan dan aturan Allah. Segalanya digulirkan dan digilirkan: hidup, lalu mati; kecil, akhirnya membesar; muda, lama-lama tua; dan muncul kesenangan, terkadang berganti kesedihan. Semua fana. Tetapi, di tengah kefanaan itu, umat Rasulullah yang paling sukses --sebagaimana dijelaskan dalam hadis --adalah yang paling banyak mengingat mati, lalu mempersiapkan hidup setelah mati.

Akhirnya, orang-orang cerdas akan tahu, sadar, dan yakin bahwa hidup bukan untuk mati, tetapi mati itulah untuk hidup. Hidup bukan untuk hidup, tetapi untuk Yang Mahahidup. Karenanya, jangan takut mati, jangan cari mati, jangan lupa mati, dan rindukanlah mati. Mengapa? Karena, kematian adalah pintu berjumpa dengan-Nya -- perjumpaan terindah antara kekasih dengan Kekasihnya.

Subhanallaah, ternyata hidup ini surga, saudaraku.

Hakikat Kecantikan dan Ketampanan

Makan dan minum secukupnya

Agar cantik dan tampan, akhwat dan ikhwan tidak boleh makan seenaknya/sesukanya dengan penuh kerakusan, tapi makan sebatas dapat menegakkan tulang-tulangnya untuk mendapatkan tenaga dalam menjalankan aktifitas sehari-hari dengan baik.

Ingatlah firman Allah swt.: "makan dan minumlah, janganlah berlebih-lebihan/melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Q.S. Al Araaf 7: 31). Kemudian dalam sebuah hadits diterangkan: "Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi saw. sabdanya: "Orang-orang kafir makan dengan tujuh perut, dan orang mukmin makan dengan sebuah perut." (H.R. Muslim).

Rasulullah saw. menghindari makan dan minum berlebih-lebihan. Beliau makan dan minum hanya pada saat perut terasa lapar dan mengisi perut dalam tiga bagian, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk bernafas. Akibat banyak makan biasanya mudah obesitas, mudah terkena penyakit, cenderung malas ibadah, malas bekerja. dll.

Berolah Raga

Supaya kecantikan/ketampanan yang telah Allah swt. anugerahkan pada kita dapat dijaga, upayakan kondisi fisik selalu bugar melalui olah raga sesuai minat/usia masing-masing. Aturlah waktunya disela-sela kesibukan yang ada. Dalam suatu hadits diterangkan: "Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah." (H.R. Muslim).

Dengan berolah raga insya Allah jasad kita dapat lebih terawat, sehingga kondisi tersebut dapat membantu ikhwan/akhwat melaksanakan tugas rutin sehari-hari dengan energik.

Menjaga kebersihan

Yang perlu dijaga kebersihannya adalah seluruh anggota badan dan pakaian. Hadits Bukhari menerangkan: " Mandilah pada hari Jumat dan keramaslah meskipun kau tidak dalam keadaan junub dan pakailah wewangian" Perbedaan wewangian antara ikhwan dan akhwat ada, yaitu: Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Parfum pria adalah yang tercium aromanya dan tidak tampak warnanya dan parfum wanita adalah yang tampak warnanya dan tidak tercium aromanya." (H.R. Tirmidzi dan An-Nasai). Ikhwan/akhwat hendaknya dapat menjaga penampilan diri dari bau keringat yang tidak sedap.

Juga dalam hadits Bukhari dan Muslim diterangkan kebersihan badan seseorang dengan menjaga lima perkara yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memendekkan kumis.

Untuk kebersihan pakaian, Imam Ahmad dan Nasai meriwayatkan hadts dari Jabir r.a., ia berkata: "Rasulullah saw. pernah mengunjungi aku. Ketika beliau melihat seorang laki-laki lewat dengan pakaian lusuh dan kumal, beliau bertutur: Rupanya ia tidak mempunyai sabun untuk mencuci pakaiannya itu." Pada hadits ini, Rasulullah saw. tidak menyukai seseorang yang bertemu dan berkumpul dengan orang lain memakai baju yang kotor dan lusuh selama ia mampu mencuci dan membersihkannya.

Rasulullah saw. mengajarkan kita bahwa pakaian seorang muslim harus selalu rapi dam bersih, sehingga penampilannya sedap di pandang mata. Tentu saja, pakaian tersebut tidak perlu yang selalu baru apalagi kebiasaan mengoleksi baju dengan jumlah berlebih-lebihan, yang terpenting adalah rapi dan bersih, karena pakaian yang menjadi rizki kita sesungguhnya apa-apa yang sampai tidak dapat terpakai lagi oleh diri masing-masing.

Menjaga kebersihan gigi dan mulut, "Seandainya tidak memberatkan kepada umatku, pasti aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Memelihara kebersihan rambut, Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa yang memiliki rambut, maka hendaklah ia menghormatinya (memeliharanya)." (H.R. Abu Daud dan Abu Hurairah r.a.). Menghormati rambut itu maksudnya membersihkan, menyisir, memberi wewangian (minyak rambut), dan memeliharanya dengan baik. Islam tidak menyukai orang yang membiarkan rambutnya berantakan/acak-acakan, kotor, dan bau.

Merapikan Diri

Firman Allah swt.: "Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang Dia keluarkan untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik-baik?" (Q.S. Al A'raf 7: 32).

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Qurthuby berkata: "Imam Makhul meriwayatkan dari Aisyah r.a., ia bercerita: "Pernah sekelompok sahabat menunggu Rasulullah saw. di depan pintu. Ketika beliau hendak keluar menemui mereka, beliau bercermin di air yang ada di dalam bejana di dalam rumah. Setelah beliau merapikan rambut dan jenggotnya, aku (Aisyah) berkata: "Engkau lakukan ini, wahai Rasulullah?" "Ya, bila seseorang akan menjumpai saudaranya hendaklah ia merapikan dirinya. Karena sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan," jawab Rasulullah saw."

Setiap orang perlu memelihara kerapian dirinya, janganlah membiarkan diri dalam penampilan kusut dan kumal dengan dalih ingin zuhud. Rasulullah saw. sendiri menganjurkan untuk berpenampilan rapi, padahal beliau adalah orang yang paling tawadhu dan zuhud.

Maka, selama memperapi diri itu tidak berlebihan, Allah swt. menganjurkan, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik-baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) untuk orang-orang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (Q.S. Al A'raf 7: 31-32).

Namun wanita muslimah tidak boleh tabaruj. Allah swt. telah melarang tabaruj melalui Q.S. An-Nur 24 : 60 dan Q.S. Al Ahzab 33 : 59. Menurut Ibnu Katsir, tabaruj berarti wanita yang keluar rumah dan berjalan/memamerkan diri di hadapan laki-laki (tabaruj jahiliah). Menurut Bukhari, tabaruj adalah tindakan seorang wanita yang menampakkan kecantikannya kepada orang lain, dan menurut Muqatil tabaruj adalah wanita yang melepaskan jilbabnya, memperlihatkan kalung dan gelangnya.

Juga wanita muslimah yang benar selalu sadar dan ingat pada konsep sikap tawazun (pertengahan/keseimbangan) dalam segala hal, jangan sampai berdandan/merapikan diri berlebih-lebihan atau mengukur penampilan diri berdasarkan kekayaan materi. "Celakalah hamba dinar dan dirham dan hamba sutera dan beludru. Jika ia diberi nikmat, ia senang dan bila tidak diberi ia benci." (H.R. Bukhari).

Yang terakhir, agar penampilan ikhwan/akhwat dapat cantik dan tampan perlu dilengkapi dengan terpeliharanya unsur akal pikiran dengan ilmu. Memang, tidak semua orang punya kecerdasan dan kesempatan yang sama. Tetapi, ikhwan/akhwat harus selalu mencari dan meminta tambahan ilmu kepada Allah swt., sebagaimana diterangkan dalam firman Allah swt., "Dan Katakanlah, "Ya Rabbi, tambahkanlah kepadaku ilmu." (Q.S. Thaha 20: 114). Dalam sebuah hadits, Aisyah r.a berkomentar: "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak malu-malu untuk bertanya dalam rangka tafaquh fiddin (mendalami masalah agama)." (H.R. Bukhari Muslim).

Oleh karena itu, yang perlu tetap diusahakan adalah memiliki kepedulian untuk selalu berusaha menambah/memahami/mengamalkan ilmu Islam sedikit demi sedikit, adanya proses mencari ilmu sampai akhir hayat, sebab hal tersebut akan menjadi landasan berfikir dan beramal seseorang. Begitu pula ilmu lainnya, kita pelajari sebagai sarana bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt. Sehingga insya Allah, dengan terpadunya unsur hati, jasad/fisik, dan ilmu pada diri ikhwan dan akhwat, ketampanan dan kecantikan kita dapat membawa keselamatan dunia dan akhirat. Wallahu Alam Bishshawab.

Ya Allah, jadikanlah cahaya di hatiku, cahaya di kuburku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di kananku, cahaya di kiriku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, cahaya pada pendengaranku, cahaya pada penglihatanku, cahaya pada rambutku, cahaya pada kulitku, cahaya pada dagingku, cahaya pada darahku, cahaya pada tulang-tulangku. Wahai Tuhanku, besarkanlah bagiku cahaya dan berikanlah bagiku cahaya dan jadikanlah padaku cahaya dan tambahkanlah padaku cahaya, tambahkanlah padaku cahaya, tambahkanlah padaku cahaya. Aamiin.

Gozwul Fikr Via Kotak Ajaib

Realitas suguhan acara televisi di negeri ini nyaris semuanya melanggar syari'ah Islam. Begitu pendapat Abdurrahman Al-Mukaffi dalam bukunya Kategori Acara TV dan Media Cetak Haram di Indonesia. Celakanya, ummat yang mayoritas ini seolah tidak berdaya menghadapi sergapan ghazwul fikri (perang pemikiran) yang dilancarkan musuh-musuh Islam lewat 'kotak ajaib' itu.

Abdurrahman membuat 10 kategori acara televisi dan media cetak yang merupakan bagian dari strategi ghazwul fikri, dan karenanya haram ditonton oleh kaum Muslim.

1. Membius pandangan mata. Banyak disuguhkan wanita-wanita calon penghuni neraka dari kalangan artis dan pelacur. Mereka menjadikan ruang redaksi bagaikan rumah bordil yang menggelar zina mata massal.

2. Pameran aurat. Saluran televisi berlomba-lomba menyajikan artis-artis, baik dengan pakaian biasa, ketat, pakaian renang, sampai yang telanjang. Penonton diajak untuk tidak punya rasa malu, hilang iman, mengikuti panggilan nafsu, dan menghidupkan dunia mimpi.

3. Membudayakan ikhtilat. Sekumpulan laki-laki dan wanita yang bukan muhrim, biasa bergumul jadi satu tanpa batas. Tayangan semacam ini tak ubahnya membuka transaksi zina.

4. Membudayakan khalwat. Kisah-kisah percintaan bertebaran di berbagai acara.

Frekuensi suguhan kisah-kisah pacaran dan kencan makin melegitimasi budaya khalwat.

5. Membudayakan tabarruj. Banyak pelaku di layar kaca yang mempertontonkan bagian tubuhnya yang seharusnya ditutupi, untuk dinikmati para pemirsa.

6. Mengalunkan nyanyian dan musik setan. Televisi banyak menyiarkan bait syair lagu berupa mantera zina yang diiringi alunan alat musik setan.

7. Menyemarakkan zina. Sajian dari luar negeri maupun lokal yang banyak menyertakan adegan peluk, cium, dan ranjang membuktikan bahwa televisi adalah corong zina. Aksi zina yang menyeluruh, baik zina mata, telinga, hati, lidah, tangan, kaki, dan kemaluan.

8. Mempromosikan liwath (homoseksual). Para artis dan selebritis yang mengidap penyakit homoseks dijadikan contoh gaya hidup modern dan high class. Kaum homo makin bebas berkeliaran dengan berlindung di bawah payung hak asasi manusia.

9. Menebarkan syirik. Televisi banyak mengekspos praktik pedukunan, mistik, ramalan, dan sihir yang dapat menghancurkan aqidah ummat.

10. Tenggelam dalam laghwun. Acara-acara yang tak ada manfaatnya banyak disuguhkan untuk pemirsa, misalnya gunjingan tentang kehidupan pribadi selebriti dan humor berlebihan, sehingga lupa mengerjakan hal-hal yang justru penting seperti dzikir kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala.

Dunia Adalah Pengembaraan

Kita hidup di dunia ini seperti mampir (berhenti sejenak) untuk minum seteguk dua teguk air, begitu perumpamaannnya. Kita adalah seorang pengembara yang menempuh perjalanan jauh, menempuh takdir dan kesejatian masing-masing. Seperti layaknya pengembara, dalam perjalanannya mereka membawa bekal. Ada yang sekedar untuk cukup makan dan minum. Namun tak kurang banyak pengembara menyia-nyiakan pengembaraannya dan teledor akan apa yang sesungguhnya ia cari.

Apa yang pengembara cari di dunia ini? Ada yang mencari impian masa kecilnya. Bayangan keindahan tempat lain. Keramahan penduduk tempat lain. Atau, sekedar pencarian diri sendiri, sebagai kontemplasi.

Al Ghazali pernah berkata, untuk menjadi seorang pemimpin yang tangguh setidaknya pernah mengembara. Karena apa, dengan pengembaraan itulah, diri kita dilatih menjadi mandiri, menjadi kuat, menjadi tabah dengan tempaan hidup yang keras, dan paling penting melatih hati agar lebih paham berbagai masalah hidup dari pengalaman dan kasus yang dijumpai selama pengembaraan.

Maka tak heran, dalam sejarah kenabian, banyak nabi menjadi penggembala yang mengembara mencari rumput-rumput hijau, yang bertemu dengan berbagai bangsa-bangsa di belahan bumi yang lain. Bahkan, Nabi Muhammad Saw (semoga shalawat serta salam selalu terlimpahkan kepada beliau beserta keluarga, sahabat dan umatnya sepanjang masa) di masa kecil beliau pernah mengembara bersama sang kakek. Di masa sebelum kenabian pun, beliau adalah seorang pengembara, yang berdagang dan berkenalan dengan barbagai suku di tempat lain. Dan peristiwa Isra' Mi'raj pun hakikatnya adalah pengembaraan yang hakiki.

Bagaimana dengan kita? Tentu bukan hanya pengembaraan secara fisik saja yang dapat kita mengerti. Lebih penting adalah pengembaraan hati, agar senantiasa hijrah, hati yang selalu berevolusi, hati yang selalu mengevaluasi dirinya sendiri. Tak heran, pengembaraan adalah proses penempaan hati. Begitu pula pengembaraan dalam hidup ini. Maka, untuk menjadi manusia bijak, kita harus berfokus pada hakikat pengembaraan kita. Dan jangan lalu memusatkan diri kepada pencarian di tempat singgah sementara, di dunia. Padahal tugas kita di dunia hanyalah mencari minum dan mendapatkan bekal sekedarnya agar dapat melanjutkan pengembaraan selanjutnya. Maka sungguh sesat orang yang sangat mencintai tempat hidupnya, sebab sungguh diyakini ia akan susah melanjutkan pengembaraannya.

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Al-Imraan 3:14)

Detik-detik Akhir Kehidupan

Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Rabbmulah kamu akan dikembalikan. (As-Sajdah:11)

Hari demi hari, bulan demi bulan, bulanpun berganti tahun. Berpuluh tahun yang lalu, waktu itu kita masih dalam rahim ibunda, kemudian terlahir menjadi bayi mungil yang menggemaskan, lalu tumbuh menjadi balita yang lucu, dilanjutkan dengan menjadi anak-anak, kemudian remaja dan jadilah seperti sekarang yaitu menjadi dewasa, menjadi orang tua anak-anaknya ataupun sudah mempunyai cucu. Karena sunnatullah, sebuah ketetapan dari Allah Subhanahu wa ta'ala seiring dengan berjalannya waktu kita manusia pasti akan berubah menjadi tua dan kemudian mati.

Begitu kira-kira gambaran sederhana tentang siklus hidup manusia di dunia. Dalam perjalanannya, kadang-kadang ada orang yang melewati hidupnya sampai ia berumur seratus tahunan lebih, 80an, 60an, atau rata-rata manusia dapat bertahan hidup. Ada pula yang hanya menikmati kehidupan hanya separuh abad. Namun tak jarang pula, yang masih muda, badan terlihat sehat dan sempurna, tidak sedikit yang sudah meregang nyawa, tentu dengan cara dan jalan yang berbeda-beda. Dan banyak pula cerita tentang bayi yang masih dalam kandungan yang belum sempat merasakan hidup di dunia, dan belum sempat merasakan hangat pelukan Ibunya, dibunuh (aborsi) oleh ibunya sendiri lantaran kehadirannya tidak dikehendaki, karena kehamilannya buah dari hubungan yang terlarang yang bisa membawa aib bagi diri dan keluarganya, na'udzubillah min dzalik.

Karena ajal memang tak pernah memilih kita sudah tua atau muda, masih panjangkah jatah waktu kita hidup ataukah sudah habis masa untuk berpijak di bumi ini. Dan kebanyakan dari manusia melupakan akan datangnya kematian, mereka lupa kalau ajal selalu mengintai di manapun mereka berada. Mereka terlupakan oleh ramainya dunia, terlena dengan manisnya syahwat, silau dengan gemerlapnya harta. Terlalu sibuk dengan keinginan-keinginan yang belum kita capai. Adalah baik ketika keinginan atau cita-cita kita adalah hal yang berorientasikan akherat, tapi kebanyakan dari kita dilenakan oleh keinginan-keinginan yang bersifat kesenangan semu belaka.

Sampai-sampai kita lupa bahwa kematian sudah sampai di pelupuk mata. Semua terperdaya oleh hingar-bingarnya dunia ini. Kebanyakan waktu hidupnya digunakan untuk sibuk kesana-kemari menggali, mengelola dan menumpuk harta. Dan saat-saat ketika sakaratul maut itu datang menghampiri barulah ia sadar betapa kehidupan di dunia amatlah singkat, dan merataplah ia dengan penyesalan yang sangat ketika menyadari bahwa umurnya telah habis untuk urusan-urusan pangkat, syahwat dan harta. Tinggallah kini menunggu kedatangan malaikat maut dan merasakan betapa tersiksa dan sakitnya saat sakaratul maut. Sakit yang tak dapat dikira karena amat terasa sakitnya.

Sebagian ulama menegaskan bahwa rasa sakit pada sakaratul maut hanya diketahui hakikatnya oleh orang yang sudah merasakannya. Orang yang belum merasakannya tentu hanya bisa mengetahuinya sekedar berdasarkan analogi dengan berbagai rasa sakit yang pernah dirasakan.

Rasa sakit pada sakaratul maut langsung menghunjam ruh itu sendiri sehingga menerobos seluruh organ-organ tubuhnya, seluruh jaringan sarafnya, seluruh urat-urat. di tubuhnya, bahkan juga seluruh persendian tubuhnya, hingga merambati akar rambut dan kulit dari atas kepala hingga ujung kaki

Jangan tanyakan rasa sakitnya. Sehingga sebagian orang mengatakan bahwa Kematian itu lebih menyakitkan daripada sabetan pedang, daripada gigitan gergaji dan sayatan gunting, karena rasa sakit akibat sabetan pedang, gigitan gergaji, dan sejenisnya hanya dirasakan karena adanya ruh atau nyawa. Bagaimana pula apabila yang dicabut adalah ruh sendiri ? Orang yang ditebas pedang masih dapat berteriak minta tolong karena masih tersisa kekuatan dalam hati dan pada lisannya. Akan tetapi orang yang menghadapi sakaratul maut sudah kehilangan suara dan teriakannya, kekuatannya sudah melemah, dan energi tubuhnya sudah musnah. Hal ini karena musibah sakaratul maut terkadang terlalu berat sehingga menguasai hati dengan rasa sakit yang dahsyat sehingga melumpuhkan seluruh anggota tubuh, mengguncang seluruh organ tubuh, dan melemahkan seluruh jengkal bagian tubuh, sehingga tidak tersisa lagi kekuatan untuk meminta pertolongan.

Bahkan, akal sekalipun telah tertutupi dan terganggu pula karena rasa sakit sakaratul maut; sementara lidah tiba-tiba menjadi bisu. Seluruh anggota tubuh menjadi lemah. Orang yang berada sakaratul maut berharap untuk dapat beristirahat sejenak melalui erangan dan teriakan atau melalui cara lain. Akan tetapi ia tidak mampu melakukannya. Kalaupun masih tersisa kekuatan, pasti saat ruh dicabut dan diangkat dari dalam tubuh akan terdengar gerengan dan suara kerongkongan dan dadanya. Namun, saat itu warna tubuhnya sudah berubah dan rasa sakit sudah menyerang seluruh tubuhnya, bagian luar maupun bagian dalamnya. Hingga akhirnya bagian hitam matanya naik sampai menyentuh kelopak mata, sementara lidah tertarik ke dalam hingga pangkalnya dan jari jemari juga menjadi kaku.

Maka, jangan ditanya lagi kondisi orang tersebut tatkala urat-uratnya seperti tercabut satu persatu. Masing-masing anggota tubuh kemudian mulai menjadi mati secara bertahap. Mulanya kedua kaki menjadi dingin, lalu kedua betisnya, kemudian kedua pahanya. Masing-masing anggota tubuh mengalami sakaratul maut dan mengalami musibah rasa sakit pada saat itu, hingga nyawa sampai di kerongkongan. Pada saat itulah pandangannya terhadap dunia dan penghuninya mulai sirna, dan pintu tobat pun sudah tertutup baginya. Dan tinggallah penyesalan dan kekecewaan yang mendalam menggelayuti dirinya.

Saudaraku tercinta, tidakkah engkau mengetahui bahwa kunjungan malaikat maut itu adalah sesuatu yang pasti ? telah ditakdirkan semenjak masa azali, panjang ataupun pendek umur kita ? Tidakkah kita menyadari bahwa kita semua hanya musafir yang akhirnya akan sampai tujuan dan meninggalkan perjalanannya ? Tidakkah kita menyadari bahwa perputaran hidup ini pasti berhenti, dan perputaran usia semakin mendekati penghujungnya ?.

Tidakkah kita menyadari bahwa setelah kunjungannya kita tidak akan mampu lagi melakukan satu kebajikan sekalipun ? kita tidak akan mampu shalat dua rokaat sekalipun ? Kita tidak akan mampu membaca al-Qur'an satu ayatpun ? Kita tidak akan mampu bertasbih, bertahmid, bertahlil, atau beristighfar satu kalipun. Kita tidak akan mampu berpuasa seharipun, atau bersedekah meski sepeserpun. Kita tidak akan mampu melakukan haji ataupun umroh lagi. Waktu beramal telah berlalu, yang tertinggal adalah hisab dan pembalasan terhadap kebajikan atau dosa-dosa.

Rasulullah solallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
"Perbanyaklah olehmu mengingat penghancur kenikmatan yaitu : mengingat kematian". HR. Tirmidzi dan Nasa'i dan Ibnu Hibban menshohihkannya.

Saudaraku...Manakah persiapan kita untuk berjumpa dengan malaikat maut ? Manakah persiapan kita untuk menghadapi hal-hal dahsyat sesudah kematian ? Dalam kubur, saat ditanya oleh dua malaikat, saat di Padang Mahsyar, saat hisab, saat dibukanya lembaran catatan amal perbuatan, saat meniti jembatan Ash-Shiroth, dan saat berdiri di hadapan Allah 'Aza wa Jalla.

Di waktu yang baik, sehabis shalat, sebelum tidur, saat mentadaburi ayat-ayat-Nya ataupun di penghujung malam ketika kita bersimpuh pasrah di hadapan-Nya, pernahkah terbayang seandainya saja kita mati dalam keadaan yang buruk, mati dalam kubangan lumpur kemaksiatan, mati dalam keadaan su'ul khatimah, sedangkan kita belum sempat untuk bertobat ? dan siapkah kita menanggung azab kubur yang mengerikan ? na'udzubillah min dzalik wallahu a'lam bisshowab.¨

Cinta (Lagi) Pejuang

Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang
dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil
tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah
pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan
pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat
kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki
adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia
berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang
pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi
Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak
hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.

”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya.
Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa
cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru
tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang
Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah
memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang
utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai
beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili
saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud
Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua,
shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini
bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak
jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi
isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan
segala debar hati.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata
sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang
datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami
menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki
urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah.
Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu
mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu
alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan
persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu
yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang
belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia
bicara.

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan
ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi
pernikahan kalian!”
???

Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki
apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran
tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih,
merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan ’merasa
dikhianati’-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah,
dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang
yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang
kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah.

Sergapan rasa memiliki terkadang sangat memabukkan..
Rasa memiliki seringkali membawa kelalaian. Kata orang Jawa, ”Milik
nggendhong lali”. Maka menjadi seorang manusia yang hakikatnya hamba
adalah belajar untuk menikmati sesuatu yang bukan milik kita, sekaligus
mempertahankan kesadaran bahwa kita hanya dipinjami. Inilah sulitnya. Tak
seperti seorang tukang parkir yang hanya dititipi, kita diberi bekal oleh
Allah untuk mengayakan nilai guna karuniaNya. Maka rasa memiliki kadang
menjadi sulit ditepis..

Lagi-lagi “Cinta”

Seorang anak laki enam tahunan tampak berlari menjauh dari rumahnya. Beberapa saat sebelumnya, suara kaca pecah sempat menghentikan kesibukan orang-orang di sekitar rumah. Ada penjual jamu, tukang sayur yang lewat, beberapa orang yang berlalu lalang. Mereka menoleh sebentar, dan berujar pelan, "Ah, anak itu lagi!"

Perilaku nakal anak itu ternyata bukan pemandangan baru buat orang-orang yang kerap berada di sekitar rumah. Hampir tiap hari, bahkan bisa tiga kali sehari, anak itu melakukan kegaduhan. Dan kegaduhan itu selalu terjadi di sekitar rumahnya. Mulai suara gelas yang pecah, dobrakan pintu, dan yang baru saja terjadi, pecahnya kaca jendela.

Seperti biasanya, seorang ibu keluar sesaat setelah anak nakal itu berlari menjauh dari rumah. Sambil memanggil-manggil sang anak, ibu itu tidak memperlihatkan rona marah yang membara. Tidak juga berteriak-teriak mengancam, umumnya seorang yang memendam kesal. Ia hanya memanggil-manggil nama anaknya dan dua kata setelahnya, "Sini sayang!"

Kali ini, sang anak tidak seperti biasanya yang terus berlari menjauh. Ia berhenti. Ia menoleh ke arah suara yang memanggil-manggil namanya. "Ibu," desisnya pelan. Wajah kesalnya tiba-tiba pudar berganti penyesalan. Dan ia pun membiarkan dirinya dihampiri seseorang yang ia sebut ibu.

"Nak!" suara sang ibu sambil tangan kanannya meraih rambut sang anak. Tangan itu pun membelai lembut rambut sang anak.

"Bu, ibu nggak marah?" suara sang anak sambil wajahnya mendongak menatap wajah sang ibu. "Anakku, kenapa ibu harus marah?" jawab sang ibu singkat.

Sang anak pun tiba-tiba mendekap ibunya yang agak membungkuk mensejajarkan diri dengan anaknya. "Bu," suara sang anak tiba-tiba. Sambil terus membelai rambut sang anak, wajah sang ibu makin memperlihatkan senyumnya yang sejuk di mata anaknya. "Ada apa, sayang?" ucap sang ibu lembut.

"Kenapa ibu bisa seperti ini? Padahal aku sudah begitu nakal?" tanya si anak yang mulai mengendurkan dekapannya.

"Anakku," ujar si ibu. "Inilah cinta!" lanjut suara sang ibu sembari tetap menampakkan senyum lembut kepada anaknya.

***

Begitu banyak tingkah nakal anak-anak manusia di bumi ini. Begitu banyak kerusakan yang mereka tampakkan sehingga kehidupan menjadi gaduh. Orang-orang yang kebetulan berada di sekitar kegaduhan pun ikut merasakan gangguan-gangguan itu.

Tapi, bersamaan dengan tingkah nakal itu, selalu muncul suara-suara lembut yang memanggil-manggil anak manusia untuk kembali. Seolah, suara panggilan itu mengatakan, "Kembali, sayang!"

Padahal, anak-anak manusia yang nakal itu sedikit pun tidak sebanding dengan kegagahan gunung yang menjulang, kedahsyatan halilintar yang siap menyambar, kekokohan susunan bebatuan bumi yang begitu mudah menghimpit makhluk yang hidup di atasnya. Belum lagi dengan kedahsyatan terjangan ombak samudra yang bisa berubah drastis menjadi begitu menyeramkan.

Tapi kenapa, justru suara lembut yang selalu memanggil-manggil dari balik menjauhnya anak-anak manusia yang nakal.

Cinta. Itulah mungkin sebuah jawaban yang pas. Seperti yang diucapkan sang ibu kepada anaknya, "Cinta anakku!" Atau dalam bahasa yang lain, seperti yang diucapkan oleh Yang Maha Sayang, "Warahmati wasi'at kulla sya'i, cinta-Ku meliputi segala sesuatu!"

Biji Motivasi

Di sebuah ladang yang subur, terdapat 2 buah bibit tanaman yang terhampar. Bibit yang pertama berkata, “Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku sangat dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari, serta kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku.”

Dan bibit yang pertama inipun tumbuh, makin menjulang.

Bibit yang kedua bergumam. “Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman.”

Dan bibit itupun menunggu, dalam kesendirian.

Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi, dan memakannya segera.

***

Teman, memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani. Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah, tak mau menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan, maka, hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, maka, pilihlah dengan bijak.
Sahabat, tiap pilihan selalu ada resiko yang mengiringinya. Namun jangan sampai ketakutan, keraguan dan kebimbangan, menghentikan langkah kita.

ps. “Bukalah setiap pintu kesempatan yang datang mengetuk, sebab, siapa tahu, pintu itu tak mengetuk dua kali.” (Hilman, Lupus I)

Berhenti Sebentar untuk Berpikir

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Ali Imran 3:190-191)

Assalaamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh

Coba perhatikan dirimu, wahai sahabatku ! Rupa wajahmu, mata indahmu, senyum manismu, Subhanallah.. Adakah insan yang sama sepertimu di belahan dunia ini ? Baik rupa, sifat maupun wataknya ? Tidak ada, bukan ?! Yach..tidak ada seorangpun yang sama sepertimu, walau dirimu kembar sekalipun ! Dari sekian banyak manusia, dari sekian triliun jiwa Pernahkah engkau temui ada yang sama satu dengan lainnya ? Tidak ada bukan ?! Apa yang terlintas di pikiranmu ? Allah !

Yach..Maha Besar Allah.. Betapa Maha Kaya_Nya Dia.. Tak seorangpun yang patut dipuji selain Diri_Nya..! Tidak ada sedikitpun yang pantas kita sombongkan atas diri kita, Begitupun terhadap makhluk-makhluk_Nya. Subhanallah..walhamdulillah..walaa ilaa hailallah..wallaahu akbar..!

Kita ini dulu hanyalah dari setetes air mani yang hina, menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, tulang, kemudian dibalut dengan kulit, sehingga jadilah kita, manusia, makhluk yang amat sempurna penciptaan_Nya. Betapa kita harus bersyukur, bukan ? Apa yang terucap di bibirmu ? Allah !

Diri kita hanyalah satu dari sekian banyak makhluk yang Ia ciptakan, sahabatku.. Keciiil, tiada artinyanya sama sekali dibandingkan dengan penciptaan langit dan bumi ini ! Pernahkah kita memikirkannya ?

Allah menundukkan matahari dan bulan untuk kita, Matahari bersinar, bulan bercahaya.. Tidak mungkin bagi matahari mengejar bulan, dan malam mendahului siang Masing-masing beredar menurut garis edarnya. Pernahkah kita memikirkannya ?..

Allah menghamparkan bumi dan meletakkan gunung-gunung yang kokoh, dan menumbuhkan tumbuhan darinya segala macam jenis tanaman yang indah dipandang mata. Pernahkah kita memikirkannya?

Allah menurunkan air dari langit yang banyak manfaatnya, lalu menumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-bijian yang sebagian ada yang kita makan. Pernahkah kita memikirkannya ?

Allah memberi kita minum dari apa yang berada dalam perut binatang ternak berupa susu yang bersih antara tahi dan darah, yang enak ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. Pernahkah kita memikirkannya ?

Allah menundukkan langit dan dunia ini untuk kita, Langit sebagai atap, Bumi tempat menetap Pernahkah kita memikirkannya ? Semuanya patuh pada apa yang diperintahkan Allah kapadanya untuk melayani kita. Pernahkah kita memikirkannya ?

Pernahkah terpikir jika semua itu tidak ditundukkan Allah untuk kita, alamat dunia ini akan hancur ? Dapatkah kita bayangkan apa yang akan terjadi ? Pernahkah terpikir oleh kita, jika Allah lelah ataupun lengah sesaat, maka seluruh yang ada di jagat raya ini akan binasa ?!

Adakah orang yang mengetahui dengan tidak mengetahui ?
Adakah sama yang buta dengan yang melihat ?

Fenomena alam ini menunjukkan betapa Kuasa_Nya Allah akan segala sesuatu. Kelak suatu saat nanti langit itu akan pecah berderai. Kelak suatu hari nanti bumi itu akan terbelah-belah mengeluarkan apa yang dikandungnya. Tidak takutkah kita ?, Tidak tergetarkah Qalbu dan jiwa kita ? Tidak bertambahkan keimanan, kecintaan serta kerinduan kita pada_Nya ?

Tanpa kita sadari, silih bergantinya siang dan malam dari detik menit kehidupan ini menyadarkan kita. Baru saja kita lahir menjadi seorang bayi mungil, tahu-tahu sudah sebesar ini. Baru saja kita merasa tentram berdekatan dengan orang-orang yang kita sayang, tahu-tahu mereka telah pergi meninggalkan kita. Baru saja kita tertidur dan terjaga, kemudian ? Kita dapati tubuh ini sudah tua, tenaga sudah mulai berkurang, rambut sudah mulai beruban, mata sudah mulai rabun..dan..??? Siap-siap untuk pulang, kembali kepada siapa Yang Menciptakan kita. Tidakkah kita merindukan_Nya? Pernahkah kita memikirkannya ?..

Pada suatu hari diwaktu shubuh, Setelah mengumandangkan azan di Masjid Madinah, lama Bilal menanti kehadiran Rasulullah keluar dari peraduannya untuk shalat berjamaah, namun Rasul belum juga muncul. Karena itu, pergilah Bilal menemuinya, antara perasaan cemas kalau-kalau Rasul yang amat dicintainya jatuh sakit.

Sesudah minta izin kepada Siti Aisyah, Bilal segera menuju ke kamar tidur Rasulullah. Ketika sampai dimuka pintu, Bilal melihat ke dalam, kamar yang sederhana tanpa ada kasur tebal seperti kasur kita di sini, tidak ada bantal bersulam yang indah melainkan hanya seonggok rumput kering di sudut, itulah kekayaan Rasul kita, sebagai Pemimpin Dunia yang telah menggerakkan revolusi yang paling berhasil dalam sejarah kemanusiaan selama dunia berkembang.

Didapatinya Nabi kita Saw sedang duduk di atas sajadah menghadap Qiblat, menangis tersedu-sedu. Bertanya Bilal, "Ya Nabiyallah, apakah gerangan yang menyebabkan dikau menangis? Padahal kalau ada juapun kesalahanmu, baik dahulu ataupun nanti, akan diampuni oleh Allah".

Kemudian Rasulullah menjawab, "Wahai Bilal, tengah malam telah datang Jibril membawa wahyu kepadaku dari Allah Swt, demikian bunyinya." : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran 3:190-191)

Sengsara hai Bilal! Ujar Nabi selanjutnya, bagi orang yang membaca akan ayat ini lalu tidak difikirkannya. Apa maksud Rasulullah Saw tersebut, wahai sahabatku ? Firman Allah dalam QS. Ali Imran 3 : 190-191 di atas dan ungkapan Nabi tersebut mengandung makna yang dalam bagi kita untuk senantiasa merenung dan memikirkan Fenomena alam yang ada di sekeliling kita.

Jiwa yang suci bersih dapatlah mendengar dan melihat indahnya alam ini. Disana terdapat tiga sifat Tuhan, yaitu Jamal (indah), Jalal (agung), dan Kamal (sempurna). Semua yang ada ini adalah dinding pembatas kita dengan Dia. Tetapi bilamana kita berusaha menembusnya (dengan sekuat jiwa) insya Allah, dengan penglihatan ruhani yang bersih, niscahya terbukalah hijab itu. Hanya mata yang lahir ini saja yang melihat batas itu, melihat berbagai fenomena alam Gunung menjulang tinggi, deburan ombak, awan berarak, kembang bermekaran. Adapun mata ruhani mulailah menembus dinding itu. Bukan dinding lagi yang kelihatan, tetapi pencipta dari semuanya itu, "Allah".

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka".